Tercorengnya Wibawa Peradilan: Hakim Ad Hoc PHI Medan Dipecat Tidak Hormat karena Suap

Editormedan.com – Dunia peradilan kembali diguncang oleh kabar tak sedap. Seorang hakim ad hoc pada Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) di Pengadilan Negeri Medan, Minggu Saragih (MS), secara resmi diberhentikan dengan tidak hormat setelah terbukti menerima sejumlah uang dari pihak yang berperkara. Peristiwa ini menjadi tamparan keras bagi integritas lembaga peradilan di Indonesia yang selama ini tengah berupaya memperbaiki citra dan kepercayaan publik.

Pemecatan MS diputuskan dalam sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH) yang digelar di Gedung Mahkamah Agung (MA), Jakarta, pada Selasa, 6 Mei 2025. Sidang tersebut dipimpin oleh Siti Nurdjanah, Wakil Ketua Komisi Yudisial (KY), yang juga menjabat sebagai ketua majelis.

Dalam sidang tersebut, majelis menyatakan bahwa Minggu Saragih telah terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH), sebagaimana diatur dalam Peraturan Bersama MA dan KY Nomor 02/PB/MA/IX/2012-02 PB/P.KY/09/2012. Pelanggaran tersebut dilakukan melalui praktik penerimaan uang dari salah satu pihak yang tengah bersengketa dalam perkara yang ditanganinya.

Juru Bicara Komisi Yudisial, Mukti Fajar Nur Dewata, dalam keterangan tertulisnya menyampaikan bahwa tindakan MS telah mencoreng martabat dan kehormatan lembaga peradilan. “Hakim adalah simbol keadilan. Ketika seorang hakim terbukti menerima gratifikasi, maka kepercayaan publik terhadap sistem peradilan otomatis tergerus,” tegasnya.

Perkara ini terungkap setelah KY menerima laporan masyarakat yang mencurigai adanya praktik tidak etis dalam penanganan perkara di PHI Medan. Setelah dilakukan penyelidikan mendalam dan pengumpulan bukti, termasuk rekaman komunikasi dan transaksi keuangan, KY memastikan adanya pelanggaran serius yang dilakukan oleh MS.

Dalam proses klarifikasi dan pemeriksaan, MS tidak dapat membantah bukti-bukti yang diajukan. Bahkan, ia sempat mengakui bahwa uang yang diterimanya berasal dari salah satu pihak berperkara dengan alasan sebagai “ucapan terima kasih”, dalih yang langsung dibantah oleh majelis karena bertentangan dengan prinsip independensi hakim.

Majelis Kehormatan Hakim kemudian menyatakan bahwa perilaku MS tidak dapat ditoleransi karena mencederai kepercayaan publik dan melanggar prinsip-prinsip dasar etika kehakiman. Oleh karena itu, keputusan pemberhentian tidak dengan hormat merupakan sanksi yang paling layak untuk dijatuhkan.

Pemecatan MS juga menjadi peringatan keras bagi seluruh aparat penegak hukum, khususnya para hakim, agar senantiasa menjaga integritas dan profesionalisme dalam menjalankan tugas. Komisi Yudisial menegaskan bahwa mereka tidak akan ragu mengambil tindakan tegas terhadap siapapun yang terbukti menyalahgunakan kewenangannya sebagai hakim.

Kasus ini memunculkan kembali kekhawatiran masyarakat terhadap praktik korupsi yang masih menghantui lembaga-lembaga penegak hukum di Indonesia. Banyak pihak mendesak agar MA dan KY memperkuat sistem pengawasan internal serta mempercepat reformasi di sektor peradilan.

Sementara itu, Pengadilan Negeri Medan menyatakan akan segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap seluruh hakim ad hoc yang bertugas di PHI. Ketua PN Medan juga berkomitmen untuk bekerja sama dengan KY dalam menegakkan standar etik dan profesionalisme aparat peradilan.

Publik menaruh harapan agar pemecatan MS menjadi titik tolak untuk memperbaiki sistem seleksi dan pengawasan terhadap hakim, terutama hakim ad hoc yang kerap kali direkrut dari luar lingkungan kehakiman permanen. Proses seleksi yang transparan dan akuntabel dinilai penting untuk memastikan bahwa hanya individu dengan integritas tinggi yang bisa duduk sebagai pengadil.

Kasus ini juga menunjukkan pentingnya partisipasi masyarakat dalam mengawasi jalannya proses hukum. Laporan dari masyarakat menjadi salah satu pintu masuk utama bagi KY untuk menindak dugaan pelanggaran oleh para hakim. Oleh karena itu, penguatan sistem pengaduan publik menjadi hal yang mendesak untuk diperhatikan.

Komisi Yudisial mengimbau seluruh hakim di Indonesia untuk tidak bermain-main dengan kepercayaan yang telah diberikan negara dan rakyat. “Kehormatan seorang hakim bukan hanya dinilai dari putusannya, tetapi juga dari cara ia menjaga moralitas dan integritas dalam setiap tindakan,” tambah Mukti Fajar.

Dengan diberhentikannya MS, KY berharap dapat mengembalikan marwah lembaga peradilan serta memberikan sinyal tegas bahwa pelanggaran kode etik tidak akan pernah ditoleransi. Peradilan yang bersih dan berintegritas adalah fondasi utama negara hukum yang adil dan demokratis.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *