
EDITORMEDAN.COM – Hari pertama tahun ajaran baru di Kabupaten Asahan, Sumatera Utara, diwarnai dengan kabar mengejutkan. Pemerintah Kabupaten Asahan secara resmi menutup empat Sekolah Dasar Negeri (SDN) di wilayah Kisaran, yakni tiga sekolah di Jalan Husni Thamrin, Kelurahan Selawan, Kecamatan Kisaran Timur, dan satu sekolah lainnya di Kecamatan Kisaran Barat.
Keempat sekolah yang ditutup tersebut adalah SDN 013853, SDN 013855, dan SDN 013856 di Kisaran Timur, serta satu sekolah lainnya yang belum disebutkan namanya secara resmi di wilayah Kisaran Barat. Keputusan ini diambil oleh Pemkab Asahan dengan alasan sekolah-sekolah tersebut tidak memenuhi persyaratan rombongan belajar (rombel) yang telah ditetapkan.
Penutupan ini menimbulkan kegelisahan mendalam, khususnya bagi para guru dan wali murid. Di SDN 013853, misalnya, terdapat sembilan orang guru yang statusnya terdiri dari Aparatur Sipil Negara (ASN), Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K), dan tenaga honor. Kini mereka masih kebingungan dan belum mendapatkan kepastian tentang penempatan tugas baru.
Suasana haru terlihat jelas di lingkungan sekolah yang ditutup. Papan nama sekolah masih berdiri, namun ruang kelas kosong tanpa siswa. Beberapa guru tampak berkumpul di teras sekolah, berdiskusi tentang masa depan mereka. Tidak sedikit dari mereka merasa kecewa karena tidak diberi informasi secara menyeluruh sebelum keputusan penutupan diumumkan.
Salah satu guru honorer yang enggan disebutkan namanya mengaku bahwa penutupan ini terasa sangat mendadak. “Kami baru tahu sekolah ini akan ditutup beberapa hari sebelum tahun ajaran baru. Tidak ada sosialisasi yang jelas sebelumnya. Kami masih belum tahu akan ditempatkan di mana,” ujarnya dengan nada sedih.
Wali murid pun tak kalah cemas. Mereka terpaksa memindahkan anak-anak mereka ke sekolah lain yang jaraknya cukup jauh dari tempat tinggal. Selain menimbulkan kebingungan, hal ini juga menambah beban logistik dan psikologis bagi siswa yang harus beradaptasi di lingkungan baru.
Pemerintah Kabupaten Asahan melalui Dinas Pendidikan menyatakan bahwa keputusan ini diambil berdasarkan hasil evaluasi jumlah siswa dan efektivitas penggunaan anggaran pendidikan. Kepala Dinas Pendidikan Asahan menjelaskan bahwa sekolah-sekolah tersebut sudah beberapa tahun terakhir mengalami penurunan jumlah murid secara signifikan.
“Ini adalah bagian dari upaya rasionalisasi agar proses belajar mengajar lebih efektif. Daripada mempertahankan sekolah dengan murid sangat sedikit, lebih baik digabungkan dengan sekolah lain yang lebih representatif,” ujar Kepala Dinas Pendidikan Asahan dalam keterangannya kepada wartawan.
Namun, sejumlah pihak menilai bahwa penutupan sekolah tidak serta-merta menyelesaikan masalah pendidikan di daerah. Persoalan yang lebih mendasar seperti kurangnya fasilitas pendidikan, distribusi guru yang tidak merata, dan minimnya dukungan terhadap sekolah kecil seharusnya menjadi fokus utama.
Anggota DPRD Kabupaten Asahan dari Komisi Pendidikan menyayangkan langkah ini. Ia menyebut bahwa pemerintah daerah seharusnya mencari solusi alternatif terlebih dahulu, seperti penggabungan rombel antar sekolah atau pemberdayaan sekolah sebagai pusat kegiatan belajar masyarakat.
Di sisi lain, para guru yang terdampak penutupan kini menanti kejelasan nasib mereka. Bagi ASN dan P3K, penempatan ulang mungkin bisa segera dilakukan, tetapi untuk guru honorer, masa depan mereka masih menggantung. Banyak dari mereka khawatir jika tidak lagi diberi ruang mengajar, penghasilan mereka akan hilang.
Penutupan sekolah ini juga berdampak pada hubungan sosial antara guru, siswa, dan warga sekitar. Sekolah selama ini tidak hanya menjadi tempat pendidikan formal, tetapi juga ruang interaksi sosial masyarakat. Kini, bangunan yang dulu ramai dengan tawa anak-anak itu berubah menjadi sunyi.
Masyarakat setempat berharap agar pemerintah lebih bijak dalam mengambil kebijakan di sektor pendidikan. Mereka menilai bahwa pendidikan dasar seharusnya menjadi prioritas utama, terutama di daerah yang akses dan kualitas pendidikannya masih tertinggal.
Sementara itu, organisasi guru di Asahan menyatakan akan mengawal nasib para tenaga pendidik terdampak dan meminta pemerintah memberikan perlindungan serta solusi konkret. Mereka juga mendesak agar sistem pendidikan daerah dibenahi secara menyeluruh, bukan hanya dengan cara menutup sekolah.
Peristiwa ini menjadi pengingat bagi semua pihak bahwa pendidikan bukan sekadar urusan administratif. Di balik angka-angka rombongan belajar dan efisiensi anggaran, ada masa depan anak-anak dan kehidupan para pendidik yang bergantung pada keberlangsungan sekolah-sekolah tersebut.