
EDITORMEDAN.COM – Proses seleksi jabatan Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Medan kini tengah menjadi sorotan publik. Meski secara prosedural proses tersebut masih berada dalam tahap asesmen atau penilaian kompetensi, publik dikejutkan oleh beredarnya satu nama calon yang disebut-sebut telah “ditetapkan” sebagai pejabat terpilih, yakni Agha Novrian.
Kabar ini menimbulkan tanda tanya besar mengenai kredibilitas dan transparansi dari seleksi jabatan tinggi di lingkungan Pemerintah Kota Medan. Pasalnya, penetapan resmi seharusnya diumumkan setelah seluruh tahapan seleksi selesai dan dinyatakan sesuai dengan mekanisme yang berlaku. Namun, beredarnya nama Agha Novrian jauh sebelum pengumuman resmi menimbulkan kesan bahwa hasilnya sudah diketahui lebih awal oleh pihak tertentu.
Fenomena ini tentu menimbulkan kekhawatiran publik mengenai kemungkinan praktik-praktik yang tidak transparan dan tidak adil dalam proses seleksi jabatan publik. Pertanyaan yang mengemuka adalah: apakah proses seleksi tersebut dilakukan secara objektif dan berdasarkan kompetensi, atau hanya formalitas untuk mengesahkan keputusan yang telah ditentukan sebelumnya?
Tidak berhenti sampai di situ, muncul pula nama Rizki Nugraha yang disebut-sebut akan menempati posisi strategis sebagai Direktur Utama Perusahaan Daerah (PD) Pasar Kota Medan. Rizki Nugraha diketahui merupakan abang kandung dari Agha Novrian, yang menambah kuat dugaan bahwa ada potensi konflik kepentingan dan nepotisme dalam pengisian jabatan strategis ini.
Dugaan bahwa dua jabatan penting akan dikuasai oleh satu keluarga jelas memicu polemik. Masyarakat mempertanyakan apakah sistem meritokrasi benar-benar dijalankan dalam pemerintahan daerah, atau justru dibayangi oleh praktik-praktik yang memperkuat dominasi kelompok atau keluarga tertentu dalam kekuasaan.
Transparansi dalam seleksi pejabat publik adalah salah satu prinsip utama dalam tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Ketika integritas seleksi mulai diragukan, maka kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah juga akan tergerus. Ini menjadi bahaya serius bagi demokrasi lokal.
Pemerintah Kota Medan seharusnya memberikan klarifikasi terbuka kepada publik mengenai proses seleksi yang sedang berlangsung. Penjelasan yang jujur dan komprehensif dibutuhkan untuk menepis dugaan-dugaan miring yang beredar luas. Jangan sampai opini publik dibiarkan berkembang liar karena ketiadaan informasi resmi yang akurat.
Selain itu, penting juga bagi panitia seleksi maupun lembaga pengawasan seperti Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) untuk turun tangan memastikan bahwa proses rekrutmen jabatan tinggi di daerah berjalan sesuai aturan dan prinsip akuntabilitas. Penyelidikan terhadap dugaan kebocoran informasi dan praktik nepotisme perlu dilakukan secara serius.
Jika tidak ditindaklanjuti, dikhawatirkan praktik seperti ini akan menjadi preseden buruk di kemudian hari. Publik akan semakin apatis dan sinis terhadap proses politik dan birokrasi. Hal ini sangat bertentangan dengan semangat reformasi birokrasi yang tengah digalakkan pemerintah.
Selain aspek hukum dan tata kelola, persoalan ini juga menyentuh aspek etika publik. Dalam dunia birokrasi, penting bagi seorang pemimpin untuk tidak hanya memenuhi kriteria administratif, tetapi juga menjaga etika dan moralitas jabatan. Kepemimpinan yang lahir dari proses yang cacat akan sulit mendapatkan legitimasi dari publik.
Kota Medan sebagai salah satu kota besar di Indonesia tentu menjadi barometer bagi daerah lain dalam penerapan tata kelola pemerintahan. Oleh karena itu, kualitas pejabat publik yang menduduki jabatan strategis sangat menentukan arah pembangunan daerah dan kesejahteraan masyarakat.
Agar tidak menimbulkan kegaduhan lebih lanjut, sangat disarankan agar Wali Kota Medan segera memberikan pernyataan resmi. Penegasan mengenai proses seleksi yang terbuka, adil, dan bebas intervensi adalah hal yang sangat ditunggu oleh masyarakat.
Jika benar proses seleksi dilakukan sesuai aturan, maka tidak perlu ada yang ditutup-tutupi. Sebaliknya, jika ada pelanggaran, maka langkah korektif harus segera diambil agar kepercayaan publik dapat dipulihkan.
Dalam era keterbukaan informasi saat ini, sangat sulit menyembunyikan praktik-praktik yang tidak etis. Keterlibatan publik dan media dalam mengawasi jalannya pemerintahan adalah bagian dari demokrasi yang sehat dan harus dihargai, bukan dimusuhi.
Terakhir, masyarakat Kota Medan berhak mendapatkan kepemimpinan yang bersih, profesional, dan berintegritas. Semua pihak yang terlibat dalam proses seleksi jabatan publik perlu kembali pada prinsip dasar: bahwa jabatan adalah amanah, bukan warisan atau hak istimewa keluarga tertentu.