
EDITORMEDAN.COM – Janji masuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN) tanpa tes dengan iming-iming “jalur belakang” ternyata hanya jebakan. Sebanyak tujuh orangtua murid menjadi korban penipuan yang diduga dilakukan oleh mantan Kepala SMA Jabal Rahmah Mulia, berinisial NIS, dan rekannya yang berasal dari sebuah bimbingan belajar (bimbel) bernama Genza, berinisial FI atau Fika. Akibat penipuan ini, para korban merugi hingga lebih dari Rp1,6 miliar.
Kasus ini saat ini sedang ditangani oleh Polda Sumatera Utara setelah para orangtua yang merasa dirugikan melaporkannya secara resmi. NIS dan Fika diduga menjalankan modus penipuan dengan menjanjikan kelulusan masuk PTN ternama melalui jalur nonresmi yang disebut-sebut bisa “diloloskan” oleh orang dalam kampus.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, praktek penipuan ini sudah berlangsung sejak tahun 2023. Dalam aksinya, Fika berperan meyakinkan para korban bahwa dirinya memiliki koneksi di sejumlah kampus negeri ternama, termasuk Universitas Sumatera Utara (USU), dan bisa menjamin kelulusan ke jurusan-jurusan favorit.
NIS, yang kala itu menjabat sebagai kepala sekolah di SMA Jabal Rahmah Mulia, memfasilitasi segala bentuk komunikasi dan administrasi antara Fika dan para orangtua. Bahkan, untuk meyakinkan para korban, mereka menggunakan kop surat resmi sekolah dalam setiap transaksi dan janji yang diberikan.
Salah satu orangtua korban bahkan dijanjikan kursi di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, salah satu jurusan paling bergengsi dan sulit dimasuki melalui jalur reguler. Demi harapan itu, ia rela mengeluarkan dana hingga ratusan juta rupiah.
Para korban menyetorkan uang dalam jumlah bervariasi, mulai dari Rp80 juta hingga Rp240 juta per anak. Total uang yang berhasil dikumpulkan dari ketujuh korban diperkirakan mencapai lebih dari Rp1,6 miliar. Sayangnya, setelah waktu pengumuman penerimaan mahasiswa baru tiba, tak satu pun dari anak-anak korban yang diterima di PTN yang dijanjikan.
Merasa tertipu, para orangtua akhirnya mulai saling berkomunikasi dan menemukan pola yang sama. Dari sana mereka sadar bahwa telah menjadi korban penipuan yang terorganisir, dengan pelaku yang memiliki akses dan pengaruh di lingkungan pendidikan.
Salah satu korban mengaku bahwa pada awalnya ia sama sekali tidak curiga, karena proses komunikasi dilakukan secara resmi dan melibatkan pihak sekolah. Bahkan, mereka sempat melakukan pertemuan langsung dengan Fika, yang saat itu terlihat meyakinkan dan mengaku telah berhasil meloloskan banyak siswa di tahun-tahun sebelumnya.
Lebih mengejutkan lagi, beberapa orangtua mengaku sempat diminta untuk merahasiakan proses ini dari pihak luar dengan alasan agar “jalur belakang” tersebut tidak terganggu oleh pihak berwenang. Mereka pun menurut karena percaya bahwa ini adalah bagian dari prosedur informal yang selama ini memang tidak diumbar ke publik.
Namun kini, semua harapan berubah menjadi kekecewaan mendalam. Selain kehilangan uang dalam jumlah besar, para orangtua juga merasa bersalah karena telah mempercayai jalan pintas dalam mengejar pendidikan tinggi untuk anak-anak mereka.
Polda Sumut telah menerima laporan dari para korban dan tengah melakukan penyelidikan intensif. Polisi menyatakan akan memanggil semua pihak terkait, termasuk pihak sekolah, untuk mengusut apakah ada indikasi keterlibatan institusi dalam praktik ilegal ini.
Hingga kini, baik NIS maupun Fika belum memberikan klarifikasi atau keterangan resmi kepada publik. Namun beredar kabar bahwa keduanya telah tidak aktif di lingkungan sekolah dan lembaga bimbingan belajar sejak kasus ini mencuat.
Pakar pendidikan mengingatkan kepada masyarakat untuk tidak tergoda dengan tawaran masuk kampus melalui jalur tidak resmi. Selain melanggar hukum, jalur semacam itu membuka celah penyalahgunaan wewenang dan praktik suap yang merusak integritas dunia pendidikan.
Pemerintah dan institusi pendidikan diimbau untuk memperketat pengawasan terhadap oknum-oknum yang memanfaatkan jabatan atau nama lembaga demi kepentingan pribadi. Kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pendidikan harus dijaga dengan integritas, bukan dengan praktik manipulatif yang mencederai moral generasi muda.
Kasus ini menjadi pelajaran pahit bahwa harapan besar bisa runtuh oleh janji manis yang tidak berdasar. Alih-alih menempuh jalur belakang, sudah sepatutnya para orangtua dan siswa fokus pada persiapan akademik yang benar agar bisa masuk PTN secara sah dan membanggakan.