
EDITORMEDAN.COM – Dony Oskaria, Chief Operating Officer (COO) Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara), mengungkapkan dua faktor kritis yang menyebabkan banyak Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengalami kebangkrutan. Menurutnya, hampir semua BUMN yang pailit menghadapi masalah serupa, yakni pengelolaan manajemen yang buruk dan praktik rekayasa laporan keuangan.
Dalam paparannya, Oskaria menjelaskan bahwa kesalahan dalam pengelolaan manajemen sering kali menjadi akar masalah kegagalan BUMN. Hal ini mencakup ketidakmampuan manajemen dalam mengambil keputusan strategis, lemahnya pengawasan internal, serta tidak adanya transparansi dalam operasional perusahaan. “Banyak BUMN yang sebenarnya memiliki potensi besar, tetapi gagal karena manajemen tidak profesional,” ujarnya.
Faktor kedua yang tak kalah penting adalah adanya rekayasa laporan keuangan. Oskaria menegaskan bahwa beberapa BUMN melakukan manipulasi data keuangan untuk menutupi kerugian atau menciptakan citra positif yang tidak sesuai dengan realitas. Praktik semacam ini, menurutnya, hanya memberikan solusi jangka pendek tetapi berisiko besar dalam jangka panjang.
“Ketika rekayasa keuangan terbongkar, kepercayaan publik dan investor langsung runtuh. Ini memperburuk kondisi BUMN yang sebenarnya sudah sakit,” tambah Oskaria. Ia mencontohkan beberapa kasus BUMN yang akhirnya kolaps setelah laporan keuangan mereka diperiksa lebih mendalam oleh auditor eksternal.
Masalah ini semakin kompleks ketika BUMN tidak memiliki sistem tata kelola perusahaan (corporate governance) yang kuat. Oskaria menilai, lemahnya pengawasan dari dewan komisaris dan direksi turut berkontribusi pada praktik buruk tersebut. “Tanpa checks and balances yang ketat, penyimpangan akan terus terjadi,” tegasnya.
Selain itu, intervensi politik juga sering disebut sebagai salah satu penyebab BUMN sulit berkembang. Oskaria mengakui bahwa tekanan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, kadang membuat manajemen BUMN mengambil kebijakan yang tidak sesuai dengan prinsip bisnis sehat. “BUMN kerap dijadikan alat politik ketimbang dikelola sebagai perusahaan profesional,” ujarnya.
Ia menambahkan, kondisi ini diperparah dengan minimnya inovasi dan adaptasi terhadap perubahan pasar. Banyak BUMN yang masih mengandalkan pola kerja lama tanpa memperhatikan perkembangan teknologi dan kebutuhan konsumen. Akibatnya, mereka kalah bersaing dengan perusahaan swasta yang lebih gesit dan inovatif.
Untuk mengatasi masalah ini, Oskaria menyarankan perlunya reformasi total dalam tata kelola BUMN. Langkah pertama adalah dengan memperkuat independensi manajemen dan memastikan bahwa setiap keputusan bisnis didasarkan pada pertimbangan profesional, bukan kepentingan politik.
Selanjutnya, transparansi keuangan harus menjadi prioritas. Oskaria mendorong penggunaan sistem akuntansi yang lebih modern dan dapat diakses oleh pihak pengawas. “Dengan teknologi saat ini, seharusnya tidak ada lagi ruang untuk rekayasa keuangan,” katanya.
Pelibatan sektor privat melalui skema public-private partnership (PPP) juga bisa menjadi solusi. Menurut Oskaria, kolaborasi dengan pihak swasta dapat membawa pengetahuan manajemen yang lebih baik serta akses ke pasar yang lebih luas.
Di sisi lain, pemerintah sebagai pemegang saham utama BUMN harus memberikan dukungan tanpa campur tangan berlebihan. Oskaria menekankan pentingnya memisahkan antara kepentingan bisnis dan kepentingan politik agar BUMN dapat beroperasi secara efisien.
Ia juga mengingatkan perlunya sanksi tegas bagi pelaku rekayasa keuangan dan korupsi di tubuh BUMN. “Tanpa penegakan hukum yang kuat, budaya buruk ini akan terus berulang,” tegas Oskaria.
Sebagai penutup, Oskaria optimistis bahwa BUMN masih bisa bangkit jika dilakukan pembenahan menyeluruh. Namun, hal ini membutuhkan komitmen dari semua pihak, mulai dari pemerintah, manajemen, hingga masyarakat sebagai pengguna layanan BUMN.
“BUMN adalah aset negara yang harus dijaga. Jika dikelola dengan baik, mereka tidak hanya bisa untung, tetapi juga memberikan kontribusi besar bagi perekonomian nasional,” pungkasnya. Analisis ini diharapkan bisa menjadi bahan evaluasi bagi para pemangku kepentingan untuk memperbaiki kinerja BUMN ke depan.