
EDITORMEDAN.COM – Insiden tawuran antar kelompok pemuda yang terjadi di kawasan Marelan pada Kamis malam, 10 Juli 2025, menyisakan cerita menarik tentang profesionalisme dan sisi humanis aparat kepolisian. Dalam situasi yang penuh tekanan dan risiko, polisi tetap mengutamakan keselamatan warga sipil, bahkan ketika mereka sendiri menjadi sasaran kekerasan.
Bentrokan antar kelompok pemuda tersebut pecah sekitar pukul 21.30 WIB. Dua kelompok pemuda dari wilayah berbeda saling serang menggunakan batu, kayu, bahkan petasan rakitan. Situasi semakin memanas hingga mengganggu ketertiban dan menimbulkan kepanikan di tengah masyarakat sekitar.
Polisi dari Polres Pelabuhan Belawan yang menerima laporan segera turun ke lokasi untuk mengamankan keadaan. Dengan menggunakan pengeras suara, petugas berupaya membubarkan massa dan mengimbau agar kedua kelompok menghentikan aksi kekerasan mereka. Namun, imbauan tersebut tak langsung diindahkan.
Dalam upaya memecah konsentrasi massa dan mengakhiri bentrokan, petugas terpaksa mengeluarkan tembakan peringatan ke udara serta menggunakan peluru karet sesuai prosedur pengamanan. Tindakan ini dilakukan untuk mencegah eskalasi kekerasan yang lebih luas dan melindungi warga yang berada di sekitar lokasi kejadian.
Meski begitu, aparat tidak lepas dari serangan. Beberapa anggota polisi terkena lemparan batu dan benda tumpul dari massa yang mengamuk. Namun, alih-alih membalas secara brutal, polisi tetap berusaha meredakan situasi dengan pendekatan terukur dan menghindari tindakan represif yang berlebihan.
Dalam kericuhan tersebut, dua pemuda berinisial F dan R mengalami luka yang diduga berasal dari tembakan peluru karet. Mereka langsung diamankan oleh warga dan diberikan pertolongan pertama. R, yang mengalami luka ringan, menunjukkan inisiatif luar biasa dengan datang sendiri ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polres Pelabuhan Belawan untuk melaporkan kejadian.
Kehadiran R diterima dengan tangan terbuka oleh petugas jaga malam itu. Petugas yang menerima laporan tidak memperlakukan R sebagai tersangka, tetapi sebagai korban yang berhak mendapatkan perlindungan dan penanganan. Langkah ini menunjukkan bahwa polisi tidak hanya hadir sebagai penegak hukum, tetapi juga sebagai pelayan masyarakat.
Kapolres Pelabuhan Belawan, AKBP Hendra Suryono, menjelaskan bahwa pihaknya menyesalkan terjadinya insiden tersebut, namun menegaskan bahwa langkah-langkah pengamanan yang dilakukan sudah sesuai dengan prosedur. “Kami bertindak demi menjaga keselamatan masyarakat secara keseluruhan. Namun, jika ada warga yang mengalami luka, tentu akan kami tangani secara adil dan transparan,” ujarnya.
R saat ini tengah menjalani pemeriksaan medis sebagai bagian dari proses klarifikasi. Sementara itu, polisi juga melakukan investigasi internal untuk memastikan bahwa semua tindakan lapangan sesuai dengan standar operasional yang telah ditetapkan.
Pihak keluarga R pun menyampaikan apresiasi atas cara kepolisian menangani laporan anak mereka. Mereka mengaku awalnya sempat khawatir, namun merasa lega karena anak mereka diperlakukan dengan adil dan tidak dituduh secara sepihak.
Tindakan responsif dan humanis yang ditunjukkan oleh aparat ini menjadi sorotan positif di tengah kritik yang sering diarahkan kepada institusi kepolisian. Pendekatan ini diharapkan bisa membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap institusi penegak hukum.
Sosiolog dari Universitas Sumatera Utara, Dr. Andika Siregar, menilai bahwa pendekatan polisi dalam peristiwa ini patut diapresiasi. “Langkah seperti ini memperlihatkan bahwa polisi bisa menjadi pengayom masyarakat, bukan sekadar aparat represif. Ini contoh nyata bahwa reformasi kultural di tubuh kepolisian mulai menunjukkan hasil,” ujarnya.
Pasca-kejadian, situasi di Marelan berangsur kondusif. Petugas masih berjaga di titik-titik rawan guna mengantisipasi potensi tawuran susulan. Polisi juga mengimbau tokoh masyarakat dan pemuda setempat untuk berperan aktif dalam menjaga kedamaian lingkungan.
Hingga saat ini, pihak berwajib masih melakukan penyelidikan terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam tawuran tersebut. Mereka berjanji akan menindak tegas provokator dan pelaku kekerasan tanpa pandang bulu, namun tetap mengedepankan prinsip keadilan dan kemanusiaan.
Kisah ini menjadi pengingat bahwa di balik seragam aparat, ada manusia yang tetap mengedepankan nurani dan tanggung jawab sosial. Dalam situasi seberat apa pun, kepolisian yang berpihak pada keselamatan dan keadilan rakyat adalah wujud nyata harapan baru bagi keamanan Indonesia.