Dugaan Pelecehan Seksual di Polres Asahan, Dua Perwira Polisi Diperiksa Propam

EDITORMEDAN.COM – Kasus mengejutkan kembali mencuat dari institusi kepolisian. Seorang tahanan perempuan berinisial LS (23), yang merupakan tersangka kasus narkoba di Polres Asahan, Sumatera Utara, diduga menjadi korban pelecehan seksual oleh dua perwira polisi yang menjabat di lingkungan Polres tersebut. Peristiwa ini memicu kemarahan publik dan mendorong berbagai pihak untuk mendesak adanya penegakan hukum yang transparan dan adil.

LS, yang kini telah dipindahkan ke Lembaga Pemasyarakatan Klas II Labuhan Ruku, sebelumnya menjalani masa penahanan di Satuan Reserse Narkoba (Satresnarkoba) Polres Asahan. Selama menjalani penahanan, LS mengaku mengalami tindakan tidak senonoh dari dua oknum perwira polisi, yakni Kepala Satuan Tahanan dan Barang Bukti (Kasat Tahti) AKP S dan seorang Kanit di Satnarkoba berinisial Ipda S.

Pengakuan mengejutkan ini disampaikan oleh kuasa hukum LS, Alamsyah, dalam keterangannya di depan Kantor Bidang Profesi dan Pengamanan (Bid Propam) Polda Sumatera Utara pada Kamis, 15 Mei 2025. Alamsyah mengatakan bahwa pihaknya telah melayangkan laporan resmi melalui mekanisme aduan masyarakat (Dumas) ke Propam untuk meminta investigasi menyeluruh terhadap dugaan pelecehan seksual tersebut.

“Selama klien kami ditahan di Satnarkoba Polres Asahan, ia mengaku menjadi korban pelecehan seksual. Tindakan tidak senonoh itu, menurut pengakuannya, dilakukan oleh dua perwira aktif, yakni Kasat Tahti dan Kanit Satnarkoba,” ujar Alamsyah dalam pernyataan resminya.

Dalam laporan tersebut, Alamsyah juga menambahkan bahwa tindakan pelecehan dilakukan secara berulang dan dalam situasi di mana korban tidak memiliki kekuatan untuk menolak karena posisinya sebagai tahanan. Hal ini memperkuat dugaan bahwa kekuasaan dan jabatan digunakan untuk menekan korban secara psikologis maupun fisik.

Kasus ini segera mendapatkan perhatian luas dari masyarakat, khususnya aktivis perempuan dan kelompok pendamping korban kekerasan seksual. Banyak pihak mengecam tindakan oknum aparat yang seharusnya memberikan perlindungan namun justru menyalahgunakan wewenangnya terhadap tahanan yang berada dalam pengawasan.

Pihak Polda Sumatera Utara merespons laporan ini dengan memulai proses pemeriksaan internal melalui Bid Propam. Juru bicara Polda Sumut menyatakan bahwa laporan dari kuasa hukum LS telah diterima dan saat ini sedang dalam proses verifikasi dan investigasi lebih lanjut. Jika terbukti, kedua oknum perwira tersebut akan ditindak sesuai prosedur hukum dan kode etik kepolisian.

“Propam Polda Sumut akan menindaklanjuti setiap laporan masyarakat tanpa pandang bulu. Kami akan memproses sesuai aturan yang berlaku dan memberikan sanksi tegas jika terbukti ada pelanggaran etika maupun hukum,” ujar Kabid Humas Polda Sumut dalam pernyataan resmi.

Kasus ini juga menjadi sorotan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) yang menyatakan keprihatinan atas dugaan penyalahgunaan kekuasaan oleh anggota Polri. Kompolnas mendesak adanya reformasi struktural dan pengawasan ketat terhadap aparat di lingkungan tahanan agar insiden serupa tidak terulang di masa depan.

Sementara itu, LS saat ini tengah dalam proses pemulihan psikologis di bawah pendampingan lembaga bantuan hukum dan organisasi perlindungan perempuan. Pihak keluarga LS mengaku terpukul atas kejadian ini dan berharap agar keadilan bisa ditegakkan secara maksimal.

Kasus dugaan pelecehan ini membuka kembali luka lama mengenai lemahnya pengawasan terhadap petugas di rumah tahanan serta minimnya mekanisme perlindungan terhadap tahanan perempuan yang kerap kali berada dalam posisi rentan.

Pakar hukum pidana dari Universitas Sumatera Utara, Dr. Harianto, menilai bahwa kasus ini harus menjadi titik tolak untuk memperbaiki sistem penahanan dan memastikan bahwa aparat penegak hukum tidak bertindak di luar batas kewenangannya. Ia menegaskan bahwa pelecehan seksual dalam ruang tahanan merupakan pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia.

“Jika benar terjadi, ini bukan sekadar pelanggaran etik, tapi juga pidana murni. Pelaku harus diproses hukum tanpa perlindungan institusional apa pun,” tegasnya.

Hingga saat ini, proses investigasi terhadap AKP S dan Ipda S masih berjalan. Masyarakat dan berbagai lembaga pengawas terus mengawasi perkembangan kasus ini agar tidak berakhir dengan impunitas. Desakan untuk membuka hasil penyelidikan kepada publik pun terus menguat.

Kasus LS menjadi cermin betapa pentingnya reformasi menyeluruh dalam sistem peradilan dan kepolisian, terutama dalam hal perlindungan terhadap tahanan. Pemerintah dan aparat penegak hukum dituntut untuk bertindak tegas demi menjaga kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian sebagai pengayom dan pelindung masyarakat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *