
EDITORMEDAN.COM – Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) resmi menerima uang penitipan pengembalian kerugian keuangan negara dari seorang terdakwa kasus korupsi, Senin, 23 Juni 2025. Pengembalian ini menjadi bagian dari proses hukum yang sedang berjalan terhadap kasus pemotongan Alokasi Dana Desa (ADD) yang terjadi di Kota Padangsidimpuan.
Jumlah uang yang dikembalikan oleh terdakwa mencapai Rp 3,5 miliar. Uang tersebut diserahkan langsung oleh penasihat hukum terdakwa berinisial IFS dan diterima oleh pihak Kejati Sumut sebagai bentuk tanggung jawab atas kerugian negara yang ditimbulkan akibat perbuatannya.
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sumut, Adre W. Ginting, membenarkan penerimaan uang tersebut. Ia menyampaikan bahwa uang penitipan itu berkaitan dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi pemotongan ADD yang dilakukan oleh terdakwa sejak tahun anggaran 2023.
“Benar, telah diterima penitipan pengembalian kerugian keuangan negara sebesar Rp 3,5 miliar dari terdakwa IFS,” ujar Adre kepada wartawan. Menurutnya, uang tersebut akan menjadi bagian dari bukti pertanggungjawaban dalam proses persidangan yang tengah berlangsung.
Kasus ini bermula dari temuan adanya pemotongan sebesar 18 persen terhadap setiap pencairan ADD di seluruh desa yang ada di wilayah Kota Padangsidimpuan. Pemotongan tersebut diduga dilakukan secara sistematis dan berlangsung sejak awal tahun anggaran 2023.
IFS, yang saat ini berstatus terdakwa, diduga sebagai aktor utama dalam pengelolaan dan pemotongan dana tersebut. Tindakannya telah merugikan keuangan negara serta menghambat pelaksanaan pembangunan desa yang seharusnya menggunakan dana tersebut untuk kesejahteraan masyarakat.
Pengembalian dana ini dinilai sebagai bentuk itikad baik dari terdakwa melalui tim kuasa hukumnya. Namun demikian, proses hukum terhadap IFS tetap berlanjut, dan Kejati Sumut memastikan bahwa pengembalian uang tidak serta-merta menghapuskan unsur pidana dalam kasus tersebut.
“Pengembalian uang ini tidak menghentikan proses hukum. Itu hanya memperkuat bukti bahwa telah terjadi kerugian negara. Tanggung jawab pidana tetap berjalan sebagaimana mestinya,” tegas Adre.
Pihak Kejati Sumut juga menegaskan bahwa penyidikan akan terus dikembangkan untuk mengungkap keterlibatan pihak lain, mengingat pemotongan ADD tersebut melibatkan lebih dari satu pihak dan berlangsung dalam rentang waktu yang tidak singkat.
Kasus ini mendapat perhatian luas dari masyarakat, terutama karena dana desa merupakan salah satu sumber pendanaan penting bagi pembangunan di tingkat desa. Praktik korupsi terhadap dana desa dianggap sebagai bentuk pengkhianatan terhadap amanat rakyat.
Beberapa kepala desa di Padangsidimpuan juga dikabarkan telah dimintai keterangan dalam proses penyelidikan sebelumnya. Mereka menyatakan bahwa pemotongan dilakukan atas perintah tertentu dan tidak dapat mereka tolak, karena adanya tekanan dari oknum pejabat terkait.
Kejaksaan Tinggi Sumut berkomitmen untuk menuntaskan kasus ini hingga ke akar-akarnya. Selain memastikan pengembalian kerugian negara, Kejati juga berupaya mengungkap pola korupsi yang terjadi agar dapat menjadi pelajaran serta mencegah terulangnya kasus serupa.
“Ini adalah komitmen kita untuk membersihkan praktik-praktik yang merugikan rakyat. Setiap rupiah dana desa harus dipertanggungjawabkan demi kepentingan masyarakat,” tutur Adre.
Masyarakat berharap agar proses hukum dilakukan secara transparan dan adil. Mereka juga mendesak agar pengawasan terhadap penyaluran dan penggunaan dana desa diperketat, agar tidak lagi dimanfaatkan oleh oknum-oknum tak bertanggung jawab.
Dengan diterimanya pengembalian uang Rp 3,5 miliar ini, Kejati Sumut kini memiliki bukti tambahan yang memperkuat dakwaan. Proses persidangan selanjutnya akan menjadi penentu atas hukuman yang layak diterima oleh terdakwa dan pihak-pihak lain yang terlibat.