Mantan Sekretaris Dinkes Sumut Bantah Terima Rp700 Juta di Kasus Korupsi APD

Editormedan.com – Persidangan kasus dugaan korupsi pengadaan alat pelindung diri (APD) Covid-19 di Dinas Kesehatan (Dinkes) Sumatera Utara Tahun Anggaran 2020 kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Medan, Kamis (27/5). Agenda sidang kali ini adalah pembacaan nota pembelaan (pledoi) oleh terdakwa Aris Yudhariansyah, mantan Sekretaris Dinkes Sumut, bersama tim kuasa hukumnya.

Dalam pembacaan pledoinya, Aris membantah tuduhan jaksa yang menyatakan dirinya menerima uang Rp700 juta dari proyek pengadaan APD tersebut. Ia menegaskan bahwa selama menjabat, dirinya tidak pernah terlibat langsung dalam pengelolaan dana maupun menerima aliran dana dari proyek tersebut.

“Saya dengan tegas menyatakan tidak pernah menerima uang Rp700 juta atau bagian apa pun dari proyek pengadaan APD Covid-19. Semua proses pengadaan dilakukan sesuai prosedur yang berlaku dan saya tidak memiliki kewenangan dalam penentuan pemenang tender,” ujar Aris di hadapan majelis hakim.

Kuasa hukum Aris, dalam pembelaannya, menyatakan bahwa kliennya hanya menjalankan tugas administratif sesuai dengan jabatannya sebagai sekretaris. Mereka menilai tuduhan yang dilayangkan oleh jaksa penuntut umum (JPU) tidak memiliki bukti konkret yang menunjukkan keterlibatan langsung Aris dalam penerimaan uang tersebut.

“Keterangan saksi yang dihadirkan dalam persidangan tidak ada yang secara langsung menyebutkan bahwa klien kami menerima uang. Tuduhan ini sangat merugikan nama baik klien kami yang selama ini menjalankan tugasnya secara profesional,” kata kuasa hukum Aris.

Menurut Aris, semua keputusan terkait proyek pengadaan APD berada di bawah kewenangan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan pihak yang menangani teknis pengadaan. Ia menegaskan dirinya hanya menerima laporan administratif tanpa pernah mengatur atau memengaruhi proses pengadaan tersebut.

Dalam pledoinya, Aris juga menyatakan bahwa ia telah kooperatif sejak awal penyelidikan hingga persidangan berlangsung. Ia menyerahkan semua dokumen yang diminta penyidik dan bersikap terbuka dalam memberikan keterangan.

“Kami berharap majelis hakim dapat melihat fakta-fakta di persidangan secara objektif dan adil. Tidak ada bukti kuat yang menunjukkan klien kami menikmati hasil dari dugaan korupsi tersebut,” tambah kuasa hukum Aris.

Sementara itu, jaksa penuntut umum dalam tuntutannya menyebut bahwa Aris diduga menerima Rp700 juta sebagai bagian dari mark-up harga APD yang diadakan oleh Dinas Kesehatan Sumut. Jaksa juga menilai tindakan tersebut menyebabkan kerugian negara miliaran rupiah di tengah pandemi Covid-19.

Namun, dalam pledoinya, Aris membantah keras tuduhan tersebut dan mengklaim bahwa seluruh proses administrasi sudah dilakukan sesuai aturan. Ia meminta majelis hakim membebaskannya dari semua dakwaan karena merasa tidak bersalah.

Tim kuasa hukum juga menyoroti kekeliruan dalam analisis alat bukti yang diajukan oleh jaksa. Mereka menilai adanya kekosongan bukti langsung yang menghubungkan Aris dengan penerimaan uang dari proyek tersebut.

“Jika tidak ada bukti nyata, maka sangat tidak adil bagi klien kami untuk dihukum hanya berdasarkan asumsi atau dugaan yang tidak berdasar,” lanjut kuasa hukum.

Aris juga menyampaikan bahwa selama masa pandemi, dirinya bekerja keras membantu pelaksanaan program kesehatan di Sumatera Utara. Ia mengaku kecewa dengan tuduhan yang dianggap mencoreng reputasinya sebagai pejabat yang telah mengabdi selama bertahun-tahun.

“Saya meminta keadilan. Selama masa pandemi, kami berjibaku memastikan ketersediaan APD untuk tenaga kesehatan. Tuduhan ini jelas menyakiti hati saya dan keluarga,” kata Aris dengan suara bergetar di akhir pembelaannya.

Sidang ini menarik perhatian publik karena menyangkut dana penanganan Covid-19 yang seharusnya digunakan untuk melindungi tenaga medis dan masyarakat. Banyak pihak berharap kasus ini diungkap dengan transparan dan adil.

Setelah mendengarkan pledoi dari Aris dan kuasa hukumnya, majelis hakim memutuskan untuk menunda persidangan hingga pekan depan dengan agenda pembacaan replik dari jaksa.

Kasus ini menjadi salah satu contoh penting dalam pengawasan penggunaan dana publik, terutama di masa krisis seperti pandemi. Semua mata kini tertuju pada keputusan majelis hakim yang diharapkan bisa memberikan keadilan bagi semua pihak.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *