
EDITORMEDAN.COM – Puluhan pengemudi ojek online (ojol) yang tergabung dalam berbagai komunitas ojol di Sumatera Utara menggelar aksi unjuk rasa damai di depan Kantor Gubernur Sumatera Utara (Gubsu), Jalan Diponegoro, Medan, pada Senin (23/6/2025). Aksi tersebut berlangsung tertib dan penuh semangat dengan pengawalan aparat kepolisian.
Mereka datang sejak pagi hari sambil membawa spanduk berisi berbagai tuntutan. Beberapa tulisan yang mencolok antara lain bertuliskan: “Jangan Jadikan Kami Budak Aplikator” dan “Jangan Korbankan Kesejahteraan Driver demi Kepentingan Perusahaan.” Para peserta aksi mengenakan jaket atribut ojol masing-masing dan sebagian besar menggunakan masker.
Koordinator aksi, Andi Saputra, menyampaikan bahwa unjuk rasa ini merupakan bentuk keprihatinan atas ketimpangan yang dirasakan para driver dalam sistem kerja yang diterapkan oleh perusahaan aplikator. Ia menyebut para pengemudi ojol semakin ditekan dengan sistem yang tidak berpihak pada kesejahteraan mitra.
“Mitra ojek online hari ini tidak lagi merasa sebagai rekan kerja, tapi seperti buruh tanpa hak. Setiap hari kami bekerja keras, namun pendapatan kami makin menurun karena sistem algoritma yang tidak transparan,” ujar Andi dalam orasinya.
Para pengemudi juga mengeluhkan sistem pemotongan insentif yang dianggap sepihak. Selain itu, adanya penurunan tarif dasar per kilometer dinilai merugikan driver, terlebih di tengah kenaikan harga bahan bakar dan kebutuhan pokok.
Salah satu pengemudi yang ikut aksi, Budi Hartono, menuturkan bahwa ia merasa penghasilannya tidak sebanding dengan risiko kerja yang dihadapi. “Kami bekerja hampir sepanjang hari, tapi penghasilan yang kami dapatkan seringkali tidak cukup untuk menutup kebutuhan rumah tangga,” katanya.
Aksi ini juga menyoroti kurangnya perlindungan hukum bagi pengemudi ojol. Para peserta aksi meminta Pemerintah Provinsi Sumut turut mendesak perusahaan aplikator agar memberikan jaminan sosial dan asuransi kerja yang layak bagi para mitra pengemudi.
Selain itu, massa juga mendesak adanya regulasi khusus dari pemerintah daerah untuk mengawasi operasional aplikasi transportasi daring, agar tidak merugikan pihak pengemudi. Mereka berharap pemerintah tidak berpihak hanya kepada perusahaan, tetapi juga kepada rakyat kecil yang mencari nafkah lewat aplikasi.
“Perusahaan aplikator sering melakukan perubahan sistem sepihak tanpa ada dialog atau musyawarah dengan para mitra. Ini jelas sangat merugikan kami sebagai pelaku di lapangan,” tambah Andi.
Unjuk rasa ini diikuti oleh sekitar 70-an pengemudi dari berbagai penjuru Medan dan sekitarnya. Mereka melakukan longmarch dari Lapangan Merdeka hingga ke Kantor Gubernur Sumut sambil menyanyikan yel-yel perjuangan.
Setelah beberapa jam berorasi, perwakilan pengemudi diterima oleh perwakilan dari Dinas Perhubungan dan Biro Hukum Pemerintah Provinsi Sumut. Dalam pertemuan tertutup tersebut, para perwakilan menyampaikan tujuh tuntutan utama yang mencakup kejelasan sistem kerja, perlindungan hukum, hingga jaminan kesejahteraan mitra.
Pihak Pemprov Sumut menyatakan akan menindaklanjuti aspirasi tersebut dan mengagendakan pertemuan lebih lanjut dengan pihak perusahaan aplikator. Mereka juga berjanji akan menyampaikan tuntutan ini kepada Kementerian Perhubungan dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
Meskipun belum mendapatkan hasil konkret, para pengemudi ojol menyatakan puas karena telah menyampaikan suara mereka secara langsung kepada pemerintah. Mereka berharap aksi ini bisa menjadi awal perubahan ke arah yang lebih adil.
Sebelum membubarkan diri, para peserta aksi sempat menggelar doa bersama di depan kantor Gubernur. Aksi berakhir dengan tertib tanpa ada gesekan maupun tindakan anarkis.
Aksi solidaritas ini menandai semangat kebersamaan di kalangan pengemudi ojol yang selama ini kerap dipandang sebelah mata. Mereka berharap pemerintah benar-benar mendengar dan memperjuangkan nasib rakyat kecil yang turut menopang mobilitas perkotaan.