Sidang Kasus Dugaan Kecurangan Rekrutmen PPPK Langkat Memanas di Pengadilan Negeri Medan

Editormedan.com – Persidangan kasus dugaan kecurangan dalam proses rekrutmen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Kabupaten Langkat yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Medan berlangsung dalam suasana panas dan penuh ketegangan. Sidang yang berlangsung pada pekan ini menghadirkan tujuh orang saksi kunci, yang sebagian besar merupakan guru honorer dan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang terlibat atau mengetahui jalannya proses rekrutmen tersebut.

Sidang kali ini beragenda mendengarkan keterangan saksi dari pihak pelapor maupun saksi-saksi yang dinilai mengetahui praktik kecurangan yang terjadi. Di antara saksi yang hadir adalah Dian Novindra, seorang guru honorer yang menjadi pelapor dan sekaligus korban dalam perkara ini. Kesaksiannya menjadi sorotan utama setelah ia mengaku memberikan uang sebesar Rp 15 juta kepada mantan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Langkat, Saiful Abdi.

Menurut Dian Novindra, uang tersebut diberikan dengan harapan agar dirinya dapat diloloskan dalam seleksi PPPK tahun lalu. Ia menyatakan bahwa pemberian uang itu dilakukan atas permintaan Saiful Abdi melalui orang kepercayaannya. “Saya merasa tidak punya pilihan lain. Waktu itu saya hanya ingin bisa lolos dan punya masa depan sebagai pegawai,” ujar Dian di hadapan majelis hakim.

Pengakuan Dian tersebut sontak mengejutkan ruang sidang. Hakim Ketua pun beberapa kali harus meminta ketenangan kepada para pengunjung sidang yang hadir, termasuk wartawan dan keluarga para saksi. Pernyataan tersebut membuka fakta baru terkait adanya dugaan praktik suap dalam sistem rekrutmen PPPK yang seharusnya bersifat transparan dan objektif.

Selain Dian Novindra, beberapa saksi lain juga memberikan kesaksian serupa. Salah satu saksi, seorang ASN aktif yang tidak disebutkan namanya demi alasan keamanan, mengungkap bahwa dirinya pernah mendengar percakapan antara beberapa oknum pejabat yang membicarakan “jatah kursi” PPPK untuk peserta tertentu. Ia juga menyebutkan bahwa praktik semacam ini bukan hal baru dan telah menjadi “rahasia umum” di lingkungan Dinas Pendidikan Langkat.

Dalam sidang tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) secara tegas menyatakan bahwa kasus ini mencerminkan penyalahgunaan wewenang dan melanggar prinsip integritas dalam penyelenggaraan seleksi ASN. “Ini bukan hanya soal uang, ini soal masa depan para guru honorer yang telah lama mengabdi. Mereka layak mendapatkan kesempatan secara adil,” tegas JPU dalam keterangannya.

Pihak pengacara terdakwa, yakni Saiful Abdi, membantah semua tuduhan tersebut. Ia menyatakan bahwa kliennya tidak pernah meminta uang kepada siapa pun dan bahwa tuduhan yang dilontarkan hanya berdasar asumsi dan tidak disertai bukti kuat. “Kami akan membuktikan di pengadilan bahwa klien kami tidak bersalah,” kata kuasa hukum Saiful.

Meski demikian, majelis hakim tampak serius menanggapi setiap kesaksian yang muncul, terutama karena kasus ini telah menyita perhatian publik dan menjadi contoh buruk dalam sistem rekrutmen tenaga kerja pemerintah di daerah. Ketua majelis hakim juga meminta agar semua saksi memberikan keterangan sejujur-jujurnya dan tidak menyembunyikan fakta.

Kasus ini menjadi perhatian nasional karena menyangkut integritas dalam perekrutan pegawai pemerintah, khususnya dalam sektor pendidikan. Banyak pihak, termasuk LSM dan pengamat pendidikan, mendesak agar kasus ini diusut hingga tuntas dan tidak berhenti hanya pada satu atau dua nama saja. Mereka menduga ada jaringan lebih luas yang terlibat dalam praktik serupa.

Pemerintah Kabupaten Langkat sendiri telah memberikan pernyataan resmi terkait kasus ini. Dalam keterangan tertulis, pihak Pemkab menyatakan bahwa mereka akan menghormati proses hukum yang sedang berjalan dan mendukung upaya penegakan hukum agar ke depan proses rekrutmen ASN lebih bersih dan profesional.

Sementara itu, solidaritas antar guru honorer pun semakin menguat. Mereka membentuk forum khusus untuk mendukung para pelapor dan mendorong transparansi dalam rekrutmen ASN di seluruh Indonesia. “Kami tidak ingin kasus ini berhenti di Langkat saja. Kami ingin perubahan menyeluruh,” ujar seorang perwakilan guru honorer yang hadir di persidangan.

Sidang lanjutan dijadwalkan akan digelar pekan depan dengan agenda menghadirkan saksi ahli serta pemeriksaan terhadap dokumen-dokumen yang berkaitan dengan proses seleksi PPPK. Majelis hakim menyatakan akan mengedepankan asas keadilan dan memastikan proses berjalan secara objektif dan transparan.

Kasus ini menjadi peringatan keras bagi para pejabat daerah untuk tidak bermain-main dalam proses seleksi ASN. Sebab, di balik setiap nama yang mendaftar, ada harapan dan perjuangan panjang dari masyarakat yang ingin mengabdi kepada negara dengan cara yang jujur.

Dengan jalannya proses persidangan yang masih berlanjut, publik menanti hasil akhir dari pengungkapan kasus ini. Harapan besar disematkan pada institusi peradilan agar dapat menuntaskan kasus ini secara adil dan memberikan efek jera bagi siapa pun yang mencoba mencederai sistem rekrutmen ASN di Indonesia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *