
Editormedan.com – Belasan orang menjadi korban dugaan penipuan berkedok penerimaan tenaga honorer atau Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) di lingkungan Pemerintah Kota Medan. Modus kejahatan ini dilakukan dengan cara menjanjikan korban dapat diterima menjadi tenaga honorer atau P3K dengan imbalan sejumlah uang.
Pelaku dalam kasus ini diduga adalah seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) aktif di lingkungan Pemko Medan bernama Endang Agus Susanto. Ia memanfaatkan status dan jabatannya untuk meyakinkan para korban bahwa dirinya memiliki “akses orang dalam” dan bisa meloloskan mereka menjadi ASN jalur honorer atau P3K.
Menurut keterangan sejumlah korban, mereka diminta membayar uang muka sebesar Rp 25 hingga 30 juta secara tunai. Uang tersebut disebut sebagai “biaya administrasi awal” untuk memproses berkas serta menjamin kelulusan dalam seleksi. Para korban dijanjikan akan segera menerima Surat Keputusan (SK) pengangkatan setelah pembayaran dilakukan.
Namun, janji tinggal janji. Setelah waktu yang dijanjikan berlalu, para korban tidak pernah mendapatkan SK pengangkatan ataupun kepastian menjadi tenaga honorer atau P3K. Lebih parahnya, setelah beberapa bulan, mereka kembali dimintai uang tambahan hingga mencapai total rata-rata Rp 50–55 juta per orang dengan dalih untuk “mempercepat proses” SK.
Modus ini berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama, dan para korban yang rata-rata adalah pencari kerja lulusan baru atau pegawai tidak tetap merasa yakin karena pelaku adalah seorang PNS yang cukup dikenal di lingkungan Pemko Medan. Status pelaku memberi kesan kredibel dan meyakinkan bagi mereka yang awam terhadap proses rekrutmen resmi pemerintah.
Kasus ini mencuat ke permukaan setelah beberapa korban yang merasa dirugikan akhirnya saling berkomunikasi dan menyadari bahwa mereka mengalami nasib serupa. Mereka kemudian memutuskan untuk melaporkan kejadian ini kepada pihak berwajib dengan membawa bukti-bukti berupa kuitansi pembayaran dan rekaman percakapan.
Endang Agus Susanto kini harus berhadapan langsung dengan para korban yang menuntut keadilan. Dalam beberapa pertemuan yang difasilitasi oleh pihak kepolisian, pelaku terlihat mencoba menghindar dari tanggung jawab dan memberikan alasan-alasan yang tidak konsisten. Beberapa korban mengaku bahwa pelaku juga sempat menjanjikan pengembalian uang, namun tak pernah terealisasi.
Pihak Kepolisian Resor Kota Medan telah menerima laporan resmi dan saat ini sedang melakukan penyelidikan lebih lanjut. Penyidik telah memanggil sejumlah saksi dan mengumpulkan barang bukti untuk memperkuat proses hukum terhadap pelaku. Polisi juga membuka kemungkinan bahwa ada korban lain yang belum melapor karena takut atau malu.
Kasus ini menambah daftar panjang praktik penipuan berkedok penerimaan ASN di berbagai daerah. Pemerintah Kota Medan sendiri melalui juru bicaranya menyatakan tidak pernah membuka jalur khusus untuk rekrutmen P3K tanpa melalui prosedur resmi dari Badan Kepegawaian Negara (BKN). Segala bentuk penerimaan ASN wajib melalui seleksi terbuka dan transparan.
Wali Kota Medan, dalam keterangannya, mengecam keras tindakan oknum yang mencoreng nama baik institusi pemerintahan. Ia menegaskan bahwa Pemko Medan tidak akan melindungi siapa pun yang terbukti melakukan pelanggaran hukum, meskipun berstatus sebagai aparatur sipil negara. “Kami akan mendukung penuh proses hukum agar kejadian serupa tidak terulang,” ujarnya.
Para korban berharap agar keadilan bisa ditegakkan dan uang mereka dikembalikan. Beberapa di antaranya mengaku menjual barang berharga atau berutang demi membayar uang kepada pelaku. “Kami percaya karena dia PNS, tidak menyangka akan ditipu seperti ini,” ujar salah satu korban yang enggan disebut namanya.
Kasus ini juga menjadi peringatan keras bagi masyarakat agar lebih berhati-hati terhadap segala bentuk tawaran yang mengatasnamakan instansi pemerintah. Pemerintah menghimbau agar proses perekrutan ASN hanya dilakukan melalui jalur resmi dan menghindari praktik “orang dalam” yang biasanya berujung penipuan.
Praktik semacam ini tidak hanya merugikan korban secara materi, tetapi juga merusak kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pemerintahan. Untuk itu, reformasi birokrasi dan penguatan pengawasan internal menjadi hal yang mendesak untuk mencegah terjadinya praktik manipulatif oleh oknum-oknum tak bertanggung jawab.
Proses hukum terhadap Endang Agus Susanto kini tengah berlangsung. Jika terbukti bersalah, ia dapat dijerat dengan pasal penipuan sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan terancam hukuman penjara. Tak hanya itu, statusnya sebagai PNS pun bisa dicabut melalui mekanisme pemberhentian tidak hormat.
Dengan adanya kasus ini, masyarakat diharapkan semakin waspada dan tidak mudah percaya pada janji-janji manis yang tidak sesuai prosedur. Pemerintah pun diharapkan lebih aktif melakukan sosialisasi terkait rekrutmen ASN agar masyarakat tidak lagi menjadi korban penipuan bermodus serupa.